loading...
loading...

Siapa saja boleh mengajukan kritik, karena kita hidup di negara yang demokratis, bahkan sangat demokratis. Kadang lebih demokratis daripada negara-negara Barat lainnya, terutama berkaitan dengan sumpah serapah yang diserukan terhadap pemimpin negara, baik secara langsung dari liputan media, maupun lewat media sosial. Yang kemudian sangat kontras dengan klaim bahwa bangsa Indonesia ini bersifat agamis, tahu sopan santun, beretika dan beradab.
Kritik dari para petinggi partai, para tokoh partai, maupun para tokoh di masyarakat yang merupakan lawan politik dari Presiden Jokowi, terkadang melampaui batas karena tanpa disertai dengan data dan fakta. Contoh yang paling absurd adalah ketika seorang wakil gubernur menyebut presiden dan wakil presiden gagal menjalankan tugasnya, ini namanya pembangkangan tingkat dewa, dan kalau nurutin hati saya sih, pecat saja wakil gubernur itu. Dia yang kinerja dan prestasinya sendiri saja tidak jelas, pastinya tidak berkompeten untuk memberikan penilaian terhadap kinerja dan prestasi presiden.
Salah satu yang menjadi sumber dari tumbuh suburnya kritik tanpa dasar yang sering kita dengar itu, menurut saya adalah sikap mengkritik seenak udelnya yang dicontohkan oleh tokoh senior. Yang seharusnya memberikan contoh kearifan seorang politisi senior, namun malah memberikan contoh yang tidak benar, tidak etis, tidak beradab, bahkan bawa-bawa nama Tuhan dalam politik praktis, seakan-akan dia ini perwakilan Tuhan di dunia ini. Padahal perangainya pun tidak sebaik malaikat ciptaan Tuhan yang tanpa nafsu itu.
Sesuai judul, Amien Rais lah yang saya maksud. Seorang profesor dan ulama senior yang seharusnya bisa memberikan contoh tauladan yang baik untuk anak bangsa. Namun apa yang terjadi? Justru banyak pernyataan-peryataan negatif yang keluar dari mulutnya. Masih ingat soal “pengibulan” yang katanya ada datanya dari Bank Dunia dan akan dibuktikan. Kapan pembuktiannya? Sama kah dengan nazar jalan kaki Yogya – Jakarta yang ujung-ujungnya ternyata hanya bercanda.
Jangan lupa juga, di depan para ustazah, Amien Rais menunjuk ke foto Presiden Jokowi dan mengatakan “elektabilitasnya sudah going down… itu untuk menang kembali seperti is impossible. Tapi kalau ibu peduli negeri, partai Islam juga cuma leyeh-leyeh, is impossible”. Apa hubungannya mengatakan hal itu di depan para ustazah? Sedang pidato apa sedang kampanye nih?
Yang baru saja terjadi adalah pernyataan Amien Rais dalam kata sambutannya dalam acara Rakornas Persaudaraan Alumni (PA) 212, hari Selasa lalu. Sekali lagi Amien Rais membawa-bawa nama Tuhan untuk kepentingan politik praktis. Bahkan dengan nada pongah seakan-akan punya kuasa menggerakkan takdir Allah, Amien Rais menyebut Presiden Jokowi akan dilengserkan Allah. "Kita melihat secara jelas, kita perhatikan pemimpin yang akan dilengserkan Allah itu biasanya langkahnya dari salah ke keliru, dari keliru ke blunder, salah lagi dan seterusnya," kata Amien Rais dilansir detik.com. Pongah, congkak, dan sombong, ini yang ada di dalam benak saya ketika saya membaca pernyataan ini. Bagaimana bisa memberikan suri tauladan kepada para generasi muda bangsa kalau modelnya seperti ini. Suratan takdir itu rahasia Allah, manusia bisa saja berusaha, dan saya yakin kalau kita punya pemimpin yang amanah dan mulia, insyaAllah akan diberikan pula jalan baginya untuk tetap memimpin negara ini.
Bahkan 3 organisasi besar umat Islam di negeri ini punya kesamaan pendapat atas pernyataan Amien Rais itu. Ketua Tanfiziah PBNU KH Robikin Emhas menyatakan tak semestinya nama Allah digunakan untuk hal yang bertendensi pada politik praktis. Setiap muslim mestinya menempatkan Allah pada posisi yang mulia dan dengan niat yang suci. Apalagi di dalam bulan Ramadhan ini, harusnya kita mendekatkan diri kepada Allah, meminta ampunan dan membuat hati kita jernih.
Sementara Ketua MUI Bidang Informasi dan Komunikasi, Masduki Baidlowi, menilai pernyataan Amien Rais tidak tepat. Karena tidak ada yang tahu kuasa (kodrat) dan kehendak (iradat) Allah. Artinya Amien Rais jangan mendahului kodrat – iradat Allah. Sedangkan Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad menyatakan "Saya kira tidak etis, tidak bagus seperti itu. Jangan seperti pasti. Kan segala sesuatu juga betul urusan Allah. Tapi tidak boleh dikatakan seperti itu," senada dengan MUI. Dadang juga mengatakan agama mengajarkan umat memiliki kesantunan warga negara dan mesti menghormati kepala negara.
Sudah jelas, dalam konteks agama, pernyataan Amien Rais itu sangat tidak tepat. Sudah jelas bahwa yang mendasari pernyataan-pernyataannya hanyalah ambisi pribadi yang tidak kesampaian. Perpanjangan dari kepongahan hati, ketimbang kejernihan hati. Sangat disayangkan.
(Sekian)
loading...
0 Response to "Amien Rais Yang Pongah, Bahkan MUI - PBNU - Muhammadiyah Tidak Setuju Dengan Pernyataannya!"
Posting Komentar