loading...

Kata Siapa PDI Perjuangan Nyungsep dan Tak Punya Taji Lagi? Minta Diseruduk Mamak Banteng!

loading...
loading...
Hasil gambar untuk Kata Siapa PDI Perjuangan Nyungsep dan Tak Punya Taji Lagi? Minta Diseruduk Mamak Banteng!


Sejak kemarin bersliweran opini, meme, pernyataan, infografik, dan sejenisnya yang intinya bilang bahwa PDI Perjuangan kocar kacir di Pilkada serentak 2018 ini. Parameternya adalah karena mereka dianggap kalah di Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Saya pun merenung, benarkah sang banteng sudah hilang daya sruduknya?

Di Sumatera Utara, Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus memperoleh suara sekitar 42 persen. Dulu tahun 2013, saat yang menang adalah Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi menang, pasangan yang diusung oleh PDI Perjuangan yakni Effendi Simbolon dan Jumiran Abdi hanya meraih 24,34 persen suara. Benar kala itu ada lima kontestan. Tapi lihatlah si Edy dan Ijeck itu didukung oleh banyak sekali partai mulai Golkar, Gerindra, Nasdem, Hanura, PKS, dan PAN. Sementara Djarot cuma diusung oleh PDI Perjuangan dan PPP. Konstutuen PPP sendiri di Sumut tidak terlalu banyak. Apalagi Djarot itu belum terlalu lama disosialisasikan ke masyarakat di Sumatera Utara utamanya yang di daerah-daerah dan bersama Sihar mereka terus menerus diserang sentimen SARA sejak awal. Jadi benarkah PDI Perjuangan jeblok di Sumut? Kalah di Pilgub iya, tapi sepertinya mesin partainya justru berjalan.


Di Jawa Barat pun begitu. TB Hasanudin dan Anton Charliyan (Hasanah) itu posisinya sama dengan Sudrajat-Syaikhu (Asyik). Sama-sama nama baru. Plusnya Asyik adalah mereka didukung PKS-Gerindra yang mana Jawa Barat kemarin adalah kantong suara mereka. Posisi Asyik masih terkatrol saya kira sebab memang loyalis PKS-Gerindra di Jabar cukup banyak. Mereka ini nggak akan melirik RK, DM, apalagi Hasanah. Tapi justru Hasanah ternyata masih meraih di atas 10 persen pun saya kagum. Karena PDI Perjuangan di Jabar itu tidak berkoalisi dan membawa orang yang tidak terlalu dikenal meskipun Anton adalah mantan Kapolda.

Di Jawa Timur pun juga demikian. Puti Soekarno adalah sosok yang mendadak muncul. Masyarakat Jatim bingung dia siapa. Tapi PDI Perjuangan berani memajukan dia. Sementara mantan kadernya, Emil Dardak, yang dulu disukseskan jadi Bupati Trenggalek justru bergabung dengan koalisi Khofifah. Andaikan PDI Perjuangan tidak satu gerbong dengan PKS dan Gerindra, bukan tidak mungkin Pilgub Jatim akan jauh lebih sukar ditebak siapa pemenangnya. Banyak simpatisan PDI Perjuangan dan loyalisnya Jokowi yang memilih Khofifah karena mereka ogah milih yang ada PKS dan Gerindranya. Jadi meski memilih Khofifah bukan berarti mereka akan mendukung Golkar, Demokrat, PPP, atau PAN. Apalagi pasca kejadian bom dan pasca Pilkada DKI Jakarta kemarin sentimen ke PKS dan gerindra makin tajam. Lihat saja bagaimana Khofifah menang di Surabaya dan Sidoarjo. Tapi kalau PDI Perjuangan maju sendiri, nggak ada PKS dan Gerindra, saya kira 55 persen mereka bisa menang.

Di Jawa Tengah banyak yang merasa kemenangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin tak sebesar perkiraan? Apakah ini tanda-tanda PDI Perjuangan nyungsep? Nggak saya kira. Ganjar maju dalam kondisi berat karena masih banyak yang nggak paham tentang statusnya di kasus e-KTP. Dia diserang soal ini, soal Kendeng, dan isu SARA. Suara NU Jateng pun sedikit terpecah dengan masuknya Ida Fauziyah ke Sudirman Said. Tapi kalau organik bantengnya sendiri menurut saya nggak berubah. Kalau PKS ya memang banyak loyalisnya di sana.

Kalau Anda bingung kenapa orang PKS itu ternyata banyak ya coba pikirkan sajalah kalau Anda prinsipnya punya anak sebanyak-banyaknya, semua rejeki Tuhan yang atur, pokoknya anaknya banyak dulu, kira-kira pas anak-anak ini besar berapa besar potensi suara yang bisa mereka dulang?

PDI Perjuangan juga berhasil merebut kemenangan di 3 provinsi yang sempat lepas yakni Bali (dulu yang menang Golkar-Demokrat), Maluku (sebelumnya yang menang Golkar-PKS), dan Sulawesi Selatan (sebelumnya yang menang Golkar).

Jadi apakah PDI Perjuangan nyungsep? Saya kira kok tidak seperti itu juga. Secara hitam di atas putih sepertinya PDI Perjuangan itu kalah, tapi kalau dipikir-pikir soal kaderisasi, pendidikan politik dengan sikap mereka ngotot usung kader organiknya, dan sebagainya ya menurut saya ini hasil sudah sangat bagus. Partai lain kan cenderungnya berkoalisi dengan sangat banyak partai atau mengusung calon yang namanya sudah populer tak peduli mereka kader atau bukan. Sementara PDI Perjuangan ini mereka justru memberi kesempatan kadernya bertarung. Ini pendidikan politik yang hebat dari partai dan nggak semua partai sanggup melakukan itu.


Sikap PDI Perjuangan juga menunjukkan kearifan berpolitik dengan pernyataan Megawati sebagai berikut "menang dan kalah hanya 5 tahun. Kalah kita perbaiki diri dan menang jangan korupsi. Lalu kenapa banyak yang menjadikan pilkada sebagai pertarungan hidup mati sehingga keadaban pun dikorbankan? Kenapa hanya demi kekuasaan lalu memertaruhkan segalanya, termasuk kehendak bersama sebagai bangsa ber Pancasila. Maka sebaiknya, semua pihak memerjuangkan kualitas demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Jangan pernah memprovokasi rakyat dengan pemikiran sempit, apalagi kerdil". Ini sikap yang banyak partai lain sulit melakukan. LIhatlah bagaimana Gerindra dan PKS seolah masih tak terima dengan hasil di Jabar.

Anda nggak percaya? Coba lihat seberapa banyak calon politisi muda Golkar yang moncer? Rata-rata sudah tua semua. Adakah pelatihan demokrasi seperti ini di Demokrat? Mongseng! Kalau Demokrat memberi kesempatan yang sama ke kader-kadernya maka hari ini bukan nama Agus Harimurti yang akan mereka sodor-sodorkan di bursa Capres-Cawapres. Gerindra pun demikian. Terlalu kuat dominasi Prabowo sebagai one man show di sana.

Sementara PDI Perjuangan? Megawati itu benar Ketua Umum, tapi buktinya 2014 dia beri jalan menuju Pilpres ke Joko Widodo, bukan ke Puan. Paling nggak PDI Perjuangan punya sederetan nama yang masih bisa jadi stok pemimpin yang diandalkan macam Ganjar Pranowo, Djarot Saiful Hidayat, Rieke Diah Pitaloka, Tri Rismaharini, dan lain-lain. Megawati pun juga berusaha memberikan pendidikan politik ke keponakannya, Puti. Kalau nggak ada Pilgub Jatim mungkin kita nggak akan tahu bahwa ternyata trah Soekarno punya sosok politisi lain. Puti ini tidak kalem seperti Puan, dia lebih mewarisi jiwa banteng Mega daripada Puan yang saya lihat. Ke depan kalau dia ditatar dengan baik bukan tidak mungkin dialah yang meneruskan trah Soekarno di pentas politik negeri ini.

Sekarang ini pasca Pilkada lebih penting bagaimana kita mengawal Jokowi betul-betul supaya bisa dua periode jadi Presiden. Dan semoga Jokowi bisa menentukan sendiri wakilnya tanpa todongan dari partai-partai politik yang merasa menang Pilkada padahal sebetulnya grassroot mereka nggak kuat, menang karena koalisi keroyokan, dan mencomot orang-orang populer. Jokowi harus tetap percaya diri bahwa dia bebas memilih siapapun yang dia percaya bisa sevisi-misi dengannya membangun NKRI tanpa harus tersandera dengan rongrongan partai yang merasa sukses di Pilkada kali ini.

Percayalah banteng akan tetap kuat srudukannya dan banyak anak-anak banteng alias kader-kader PDI Perjuangan jempolan yang berkualitas sebagai politisi maupun pemimpin di Nusantara...




loading...

0 Response to "Kata Siapa PDI Perjuangan Nyungsep dan Tak Punya Taji Lagi? Minta Diseruduk Mamak Banteng!"

Posting Komentar