loading...
loading...

Pilkada serentak sudah digelar di 171 propinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia. Secara keseluruhan pelaksanaannya relatif aman dan damai. Hampir tidak ada gejolak yang berarti di semua daerah, meski di Jawa barat dan Sumatera Utara. Namun semua tak sampai berlarut karena teratasi dengan baik.
Suksesnya Pilkada adalah kemenangan pemerintah dan semua elemen yang terlibat
Setelah faktor keamanan, berikutnya yang patut disyukuri adalah faktor kemeriahannya. Antuiasme masyarakat menyambut pesta demokrasi tahun ini sangat terasa. Kemeriahan itu bisa disaksikan di TPS-TPS. Banyak sekali tempat yang dihias sedemikian rupa menjadi TPS dengan desain yang unik dan menarik. Bahkan tak sedikit diantaranya yang menyediakan makanan serta souvernir gratis bagi para pemilih yang datang. Dari sini nampak sekali adanya semangat dan geliat masyarakat untuk memilih pemimpin dan menentukan nasib daerahnya. Suatu hal yang bertolak belakang dengan pelaksanaan pemilu sebelumnya dimana antusiasme masyarakat untuk datang mencoblos sangat rendah karena cenderung pesimis pada para calon yang berlaga dan keberlangsungan Pemilu.
Yang tak kalah menarik adalah adanya penurunan angka permainan money politik. Politik transaksional yang dilakukan dengan membeli suara pemilih sulit ditemukan pada Pilkada sekarang. Media massa, media elektronik, dan media sosial sepertinya tak mengabarkan adanya politik uang. Kabar-kabar langsung dari masyarakat juga sudah tidak ada pembicaraan tentang jual beli suara. Yang ada dan banyak beredar justru anjuran-anjuran agar meninggalkan praktek money politik seperti yang banyak beredar di grup media sosial. Peningkatan yang sangat signifikan dari kualitas Pemilu bisa dirasakan dan tentu hasilnya akan lebih berkualitas.
Selain faktor keamanan, kemeriahan, dan menurun drastisnya permainan politik uang, faktor lain yang cukup membedakan dengan Pemilu atau Pilkada sebelumnya adalah mengenai hasil penghitungan cepat. Pada perhelatan kali ini, hampir semua lembaga survei merilis hasil quick count nya dengan data yang tak jauh berbeda. Hal ini juga sangat menentukan faktor keamanan, karena terbukti pada Pilpres 2019 keamanan menjadi sangat terganggu karena adanya perbedaan pada release hitung cepat lembaga-lembaga survei yang direspon dengan adanya deklarasi kemenangan dari kedua pasang calon.
Fenomena yang terjadi pada Pilkada kali ini seperti tertulis di atas adalah hasil dari upaya semua elemen bangsa dan negara. Pemerintah melalui KPU, Bawaslu, Polri, TNI, dan semua masyarakat yang terlibat sudah menunjukkan hasil maksimal mencapai Pilkada yang aman dan damai dengan hasil yang cukup memuaskan.
Kerjasama yang baik antar elemen bangsa yang terlibat dalam suksesi Pilkada tahun ini patut kita banggakan. Selain itu, kesadaran masyarakat di akar rumput yang tidak lagi mudah terprovokasi dan nyaris tidak ada lagi keributan-keributan yang berarti juga menjadi tolak ukur adanya kesadaran masyarakat menyikapi dinamika politik yang tengah terjadi.
PKS-Gerindra tak berdaya di tiga Pilkada pulau Jawa
Bicara mengenai hasil Pilkada, sudah pasti akan ada pihak-pihak yang berbeda penilaian. Bagi kubu pemerintah atau koalisi pengusung Jokowi, pelaksanaan dan hasil yang diperoleh di Pilkada serentak tahun ini relatif berhasil dan memuaskan. Sebaliknya bagi pihak oposisi, terutama bagi para elit politisi, kader, dan simpatisan PKS dan Gerindra, Pilkada kali ini adalah yang paling mengenaskan. Mereka terlalu banyak kehilangan kekuatannya di basis-basis massa mereka yang pada Pemilu-Pemilu sebelumnya selalu mereka menangkan.
Kekalahan pasangan Sudradjat-Ahmad Syaihu dari pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum di Jawa Barat adalah kekalahan telak PKS Gerindra yang sekaligus menjadi pertanda hancurnya barisan oposisi di tingkat nasional. Jawa Barat adalah Jetset yang menyumbangkan daya terbesar bagi kedua partai tersebut, dan tentu juga bagi kekuatan oposisi. Dengan kekalahan Paslon yang mereka usung maka bisa dipastikan mereka akan tidak berdaya lagi pada ajang Pilpres yang akan datang.
Sementara di sisi lain ada kubu koalisi partai pendukung Jokowi yang berhasil mengibarkan bendera partainya pada posisi teratas dengan banyaknya kemenangan di Pilkada kali ini. Sebut saja PDI-P yang menjadi pengusung pasangan Gandjar-Gus di Jawa Tengah. Dari hasil quick count kemenangan mutlak sudah mereka raih dengan memukul KO pasangan Sudirman Said - Ida Fauziah.
Di Jawa Barat, seperti tertulis di atas adalah kemengan partai pendukung Jokowi. Pasangan Ridwan Kamil - Uuk yang berada di posisi teratas versi hitung cepat adalah pasangan yang diusung NasDem, PPP, Hanura, dan PAN. Sementara pasangan Asyik dari kubu PKS, Gerindra, dan PAN yang di gadang-gadang akan memenangkan laga harus pasrah berada diurutan kedua yang berarti juga harus ikhlas menerima kekalahannya sekaligus mengakui kemenangan kubu lawan yang sudah solid akan mengantarkan Jokowi di periode ke-2 sebagai presiden.
Sementara apa yang terjadi di Pilkada Jawa Tengah sudah diprediksi sebelumnya. Kemenangan pasangan Gandjar Pranowo-Taj Yasin Maimoen yang didukung PDIP, Demokrat, Nasdem, PPP, serta Golkar dari pasangan Sudirman Said-Ida Fauziyah yang diusung Gerindra, PKS, PAN, dan PKB jelas menunjukkan kemengan kubu pendukung Jokowi, dan dilain sisi adalah kekalahan telat kubu oposisi.
Jawa Timur lebih menarik dan sangat menggelitik. Di daerah berbasis massa Nahdliyyin ini, pasangan calon yang berlaga adalah perwakilan dari warga NU. Gus Ipul atau Syaifullah Yusuf dan Khofifah selaku Cagub adalah tokoh penting dalam tubuh NU. Karena itulah tokoh di luar kader NU hanya bisa menduduki posisi wakil seperti Puti Guntur Soekarno yang menjadi Cawagub Gus Ipul, dan Emil Dardak sebagai wakil Khofifah. Yang menggelitik adalah aksi Gerindra dan PKS yang seakan hidup segan mati tak mau. Mereka terpaksa merapat ke PDI-P yang menjadi musuh bebuyutan di Pemilu-Pemilu sebelumnya. Dan tragisnya, merekapun harus mengalami kekalahan karena kalahnya Gus Ipul-Puti. Padahal Gerindra dan PKS sudah terlanjur menggadaikan kemaluan dengan merapat ke PDI-P dan PKB.
Jadi secara hitung-hitungan, kekalahan Gus Ipul yang berarti kalahnya PDI-P, PKB, PKS, dan Gerindra di Jawa Timur adalah kemenangan Khofifah yang sekaligus kemengan partai-partai pendukung Jokowi. Ada Hanura, PPP, Golkar, serta Nasdem di barisan Khofifah - Emil yang secara resmi telah menyatakan dukungannya pada Jokowi di Pilpres 2019.
Lalu bagaimana dengan daerah lain di luar pulau jawa?
Sumatera Utara dikabarkan menjadi kemengan terbesar kubu oposisi. Dalam hitung cepat, kemengan Paslon Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah yang Gerindra PKS ikut mendukung bersama Golkar, PAN dan NasDem adalah sedikit nafas bagi mereka. Tapi itupun masih dibayang-bayangi kemenangan Golkar dan NasDem yang berada di tengah mereka dan nyata-nyata mendukung Jokowi.
Kemenangan oposisi di Sumatera Utara masih menjadi tanda tanya jika mengacu pada peta politik nasional. Keunggulan yang di raih Gerindra dan PKS di Sumut belum bisa terhitung sebagai kemengan mutlak karena masih ada Golkar bersama mereka. Sementara secara nasional, kekalahan telak pihak oposisi terutama partai Gerindra dan PKS lebih tampak nyata adanya.
Di daerah-daerah lain di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan di tempat terselenggaranya Pilkada lainnya, barisan oposisi sangat sedikit sekali memenenangkan pertarungan. Hal ini juga berarti kemenangan mayoritas diraih oleh pihak pendukung Jokowi yang sudah siap mengantarkan Sang presiden menuju periode ke-2 di 2019.
loading...
0 Response to " Pilkada Serentak: Di Jawa PKS-Gerindra Tak Berdaya, Di Tingkat Nasional Kemenangan Koalisi Jokowi"
Posting Komentar