loading...
loading...

Ali Ngabalin bagaikan jagoan super hero primadona di media. Apa pun yang terjadi, para awak media pasti menguber tanggapannya. Kadang dia memberikan tanggapan yang “sopan”, namun kadang tanggapannya tajam bagaikan silet. Dia pun tidak pelit berkata-kata. Dalam artian dia bisa menanggapi dengan tegas, tanpa basa basi. Dan menyuarakan apa yang ada di dalam kepala kita. Terhadap sesuatu yang bikin kita gemes dan geram. Ali Ngabalin adalah penyambung lidah dan pikiran rakyat!
Dengan super power ini, dia seakan bisa menjewer kuping bocah nakal yang suka mengganggu teman-teman sekelasnya. Misal, istilah “kebelet berkuasa” yang sudah jadi pegangan kita menyebut perilaku lawan politik Presiden Jokowi. Istilah itu sangat telak jika disemburkan ke Fadli Zon, Mardani Ali Sera, Prabowo Subianto, Fahri Hamzah, dan bahkan Amien Rais. Apa pun yang mereka lakukan. Entah ide lama maupun ide baru. Apakah nyinyiran maupun hestek ajaib itu. Kita tinggal menyebut “kebelet berkuasa”. Bagaikan tongkat sihir mungil yang diayunkan oleh Harry Potter, “kebelet berkuasa” adalah mantra mujarab untuk menghalau para lawan politik Presiden Jokowi.
Baru-baru ini, Ali Ngabalin memberikan komentar atas sebuah koalisi yang diusulkan oleh Rizieq Shihab. Buah pikiran Rizieq Shihab ini diungkapkan ketika dia dikunjungi oleh Amien Rais, Prabowo Subianto dan elit PKS di Mekkah. Katanya mereka membicarakan tentang kondisi bangsa. Akhirnya Rizieq Shihab menyatakan dukungannya atas pencapresan Prabowo Subianto, asalkan 4 partai berkoalisi, yaitu Gerindra, PAN, PBB dan PKS. Keempat partai ini kabarnya menyambut koalisi tersebut. Koalisi ini disebur sebagai “Koalisi Keummatan”.
Kata “Keummatan” inilah yang dipersoalkan oleh Ali Ngabalin. Ia menilai penggunaan kata “Keummatan” dapat memecah belah Indonesia. "Ini yang saya jelaskan gunakan pilihan kata yang kurang santun, pilihan kata yang pecah belah rakyat, pecah belah umat. Itu nggak benar, terlalu banyak jutaan rakyat Indonesia, umat Islam yang jatuhkan pilihan memilih Jokowi," kata Ngabalin, hari Rabu kemarin, dilansir detik.com. "Umat mana yang dimaksudnya? Mari berpolitik dengan santun, dengan cara yang mengedepankan akhlaqul karimah," lanjut Ali Ngabalin.
Kata-kata Ali Ngabalin ini bagai menjewer kuping Rizieq Shihab cs, yang selalu menyebut-nyebut umat dalam berbagai kesempatan. Seakan-akan Presiden Jokowi bukan umat Islam. Seakan-akan pembaca, saya dan tetangga saya yang tidak sehaluan itu bukan umat Islam. Apalagi terhadap yang bukan muslim, misalnya saudara-saudara kita di Papua, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan lain tempat yang sesama umat beragama. Yang sama-sama ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun kerap dijadikan semacam “tamu” di negaranya sendiri. Ini kan tidak ber-Peri Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.
Iya, saya memakai sila-sila dari Pancasila. Dasar negara kita. Entah dasar negara mana yang dipakai oleh Rizieq Shihab cs ketika mereka menyebut tentang “Koalisi Keummatan”. Apa yang diutarakan oleh Ali Ngabalin sangat logis dan sejatinya merupakan suara hati kita-kita juga. Apakah “umat” ini hanyalah sebuah alat politik untuk merebut kekuasaan? Jadi apa lah artinya umat ini ketika kekuasaan sudah di tangan? Yakin akan bisa membawa umat menuju kesejahteraan sesuai isi UUD 1945 dan Pancasila? Sudah bikin apa untuk umat?
Saya harap suatu hari nanti Ali Ngabalin juga “menjewer kuping” Rizieq Shihab untuk menyuruh dia pulang. Agar dengan jantan menghadapi semua kasus hukum yang menjeratnya, tanpa menyebut kriminalisasi ulama. Saya kira kalau Rizieq Shihab pulang, bisa jadi dukungan masyarakat terhadap dia akan meningkat lho. Makanya, bagusnya sih pulang, sekalian nanti ketemu sama Ali Ngabalin.
Pembentukan “Koalisi Keummatan” besutan Rizieq Shihab itu seperti membenarkan apa yang dikatakan pengamat tentang politik identitas. Pakar politik LIPI Prof Lili Romli, dilansir detik.com mengatakan bahwa politik identitas dimunculkan oleh elite politik untuk menggaet pemilih secara cuma-cuma. Mesin politik yang memakai identitas biasanya tak mampu untuk perang gagasan. Politik identitas dijadikan bahan oleh kelompok kepentingan untuk menarik anggota. Identitasnya ya dari segi agama. Padahal yang diharapkan dalam kontestasi politik Pilpres 2019 adalah pertarungan gagasan, visi dan misi.
Artinya, yang sebelah sana sudah kehabisan ide untuk meraup pemilih. Ketimbang adu ide, mereka akhirnya memilih menyokong identitas, yaitu agama. Padahal yang dilawan ini kinerja dan prestasinya sudah terbukti. Dan jangan lupa, Presiden Jokowi juga dekat dengan para ulama, santri dan masyarakat lainnya.
(Sekian)
loading...
0 Response to "Sentilan Ali Ngabalin “Menjewer” Rizieq cs! Sakitnya Tuh Di Kuping!"
Posting Komentar